Selasa, 20 Desember 2011



SEJARAH
GERAKAN MAHASISWA KRISTEN INDONESIA


1.  Bertumbuh dari Penelaahan Alkitab   
       Pertama sekali adalah School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA) di Jakarta. Pada mulanya berdiri sebagai Sekolah Mantri Cacar Jawa tahun 1851, kemudian berkembang menjadi Sekolah Kedokteran Tinggi (1927). Lalu Nederlandsch Indische Artsen Scholl (NIAS) tahun 1913 di Surabaya. Sekolah Kedokteran Hewan di Bogor, Sekolah Teknik Tinggi di tahun 1920 Bandung dan Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta pada tahun 1924.
Setelah berdirinya beberapa perguruan tinggi di Indonesia, tibalah pengaruh - pengaruh baru. Perhatian khusus kepada komunitas mahasiswa di Indonesia datang dari World Student Cristian Federation ( WSCF), yang sudah berdiri sejak tahun 1895. Suatu organisasi mahasiswa Kristen dari berbagai negara dengan misi gerakan oikumene. Selain itu lembaga lain yang turut memperhatikan perkembangan ini ialah Nederlandsch Christelijke Studenten Vereniging (Perhimpunan Mahasiswa Kristen Belanda). Misi utama lembaga - lembaga internasional ini adalah pekabaran injil melalui dunia universitas ke seluruh penjuru dunia. Pada tahun 1921, Puhak zending Belanda mengutus Ir.C.L Van Doorn sekeluarga untuk membinan pelayanan kerohanian dikalangna mahasiswa dan pada tahun itulah muncul pelbagai penelaahan Alkitab di sekitar perguruan tinggi di Jakarta yang kemudia ia bertemu dengan mahasiswa sekolah kedokteran yang bernama Johanes Leimena. Beserta mahasiswa lainnya, mereka mulai membentuk kelompok studi Alkitab, kelompok doa dan kelompok diskusi yang pada awalnya beranggotakan 10-15 mahasiswa Kristen di Jakarta. Berjalannya proses interaksi ini menjadi sangat menarik perhatian mahasiswa lainnya sehingga mereka menjadi bagian dalam kelompok kecil ini. Mereka antara lain adalah Tine A.L Framz, Amir Syarifuddin, dan Mohammad Yamin. Tahun - tahun berikutnya kegiatan kelompok kecil mahasiswa kristen di jawa semakin matang setelah melihat aktivitas para mahasiswa tersebut, Senior friends Gerakan Mahasiswa Kristen Nederland, (NSCF)  Nederland Cristelijke Studenten Vereniging yang bertempat tinggal di Jakarta mengusahakan sebuah “Student Centre” di Jl Kebon sirih 44 Jakarta (kini dipakai kedutaan asing)
        Pada tahun 1926, untuk pertamakali dilangsungkan Konperensi Pemuda Kristen Se- Indonesia di Bandung, pada Konperensi itu hadir Dr. John Mott, Sekretaris Jendral Word Student Chiristian Federation ( WSCF ) Federasi Mahasiswa Kristen Se-Dunia. Satu dari materi yang mengesankan pada Konperensi itu disampaikan oleh Dr. Kraeemer dari Badan Penterjemah Alkitab dengan judul “Peranan Pemuda Kristen Dalam Pergerakan Nasional Indonesia”.  Konperensi yang bersifat oikumenis itu dilakukan kemudian setiap tahunnya terakhir diselenggarakan pada tahun 1932 di Kaliurangsaat pada waktu itu para pemimpin-pemimpin Penelaahan Alkitab Mahasiswa dari kota-kota perguruan tinggi sepakat untuk membentuk suatu organisasi baru dengan nama Christelijke Studenten Vereniging, pada tanggal 28 Desember 1932. Pada waktu itu Ketua Umumnya yang pertama adalah Dr. Johannes Leimena dan Ir.C.L Van Doorn sebagai Sekretaris Umum karena cabangnya hanya ada di jawa ( Jakarta, Bogor dan Bandung )  nama Christelijke Studenten Vereniging disambung  menjadi Christelijke Studenten Vereniging op java (CSV op Java). Pada waktu itu CSV op Java baru mejadi calon anggota Word Student Chiristian Federation (WSCF), namun setahun kemudian dipercaya oleh WSCF menjadi tuan rumah Konperensi Pemuda Kristen Se- Asia fasifik yang berlangsung di Citeurup Bogor. Dalam program Penelaahan Alkitab pada acara itu, solidaritas kebangsaan mahasiswa Indonesia selalu dinampakan. Sebagian tulisan Dr. J. Leimena menganjurkan persatuan nasional. Sikap demikian didukung juga oleh tokoh zending seperti Dr. Kraeemer, yang jelas-jelas menganjurkan agar mahasiswa Kristen di Indonesia solider dengan bangsanya. Jumlah anggota CSV op java pada tahun 1930-an sekitar 90 orang. Sekalipun kecil dan lemah, namun CSV op Java menjadi embrio pelayanan mahasiswa Kristen Indonesia dikemudian hari melalui GMKI. Jadi sejak awal, mahasiswa Kristen Indonesia tidak saja pelopor gerakan oikomene tetapi juga gerakan nasionalisme, kedua hal tersebut menjadi faktor konstan dalan sejarah GMKI.

2.  Menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945       
       Pada masa pendudukan Jepang  ( 1942-1945 ) kegiatan organisasi praktis tidak ada, sebab tidak dibolehkan beraktivitas organisasi yang bukan bentukan Jepang dan idak boleh sedikitpun tersisa kesan dan kenangan tentang masa pendudukan Belanda. Menjelang Proklamasi Kemerdekaan, beberapa aktivitas CSV op Java bergabung dengan para pemuda untuk merebut kemerdekaan, kelompok kecil ini bagian dari beberapa mahasiswa kedokteran  ( yang masih boleh kuliah ) yang berasramakan di Prapatan 10 Jakarta.Partisipasi aktif sekitar tanggal bersejarah itu, serta pada perang kemerdekaan merupakan bagian dari sejarah Bangsa Indonesia, inilah suatu variasi lain dari Nasionalisme dikalangan mahasiswa Kristen Indonesia. Karena pada masa penjajahan Jepang CSV op Java telah dibubarkan dan nama itu tidak Relevan lagi digunakan karena berbau Belanda,  sehingga pada pertemuan di Sekolah Tinggi Teologia (STT) Jakarta, awal tahun 1946, Mahasiswa Kristen Indonesia membentuk sebuah organisasi yang bernama  PMKI ( Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indoneai) dan yang dipilih sebagai ketuannya adalah Dr. J. Leimena dan Dr. O. E Engelen sebagai sekretaris.
     Pada waktu itu PMKI tetap melakukan program Penelaahan Alkitab dan memihak untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Dan ditengah situasi tersebut, Belanda tetap mengupayakan kembali pengaruh kolonialismenya dengan memberi dukungan kepada mahasiswa Kristen berkebangsaan Belanda  atau yang masih berada didaerah kependudukan untuk membentuk CSV (baru), Pada saat revolusi berkobar ( Juli 1947) PMKI terdesak, sebab anggotanya banyak yang ikut bergerilya.sehingga memperlemah basis perjuangan mahasiswa secara khusus Kristen.
       Konflik terbuka yang sangat tajam terjadi antara anggota CSV baru dengan anggota PMKI. Melihat ketegangan itu kedua belah pihak sepakat untuk berdamai melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) 1947 di Denhaag, salah satu keputusannya adalah Pembentukan Indonesia Serikat. Hal ini berarti perbedaan pendapat PMKI dan CSV perlu diselesaikan. Setelah melalui tahapan pembicaraan akhirnya pada tanggal 9 Februari 1950 kedua organisasi mahasiswa Kristen PMKI dan CSV dipersatukan dengan nama GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia).          Tahun-tahun awal, GMKI dipimpin oleh Dr. Johanes Leimena,  kemudian dipimpim oleh Dr. JE Siregar dan Tine frans, SH sebagai ketua umum dan Sekretaris Jendral, keduanya bekas CSV  dan PMKI. Pada tahun 1950 itu GMKI memainkan peranan penting pada pembentukan Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI), yang sekarang menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Gereja yang esa adalah cita-cita GMKI. Selain menyadari dirinya sebagai bagian mutlak Gereja-gereja yang esa, GMKI juga sadar akan lingkunga mahasiswa GMKI aktif pada pembentukan  (1947), Pembentukan Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI), merupakan bagian sejarah GMKI. Melalui PPMI dan Konperensi Mahasiswa Asia Afrika, GMKI  berpartisipasi pada kegiatan Internasional.
        Pada kepengurusan awal GMKI hanya terdiri dari 5 (lima) cabang yaitu Jakarta (181 orang), Bandung (187 orang), Yogyakarta (40 orang), Surabaya (64 orang), dan Makasar (9 orang). Kelima cabang ini mengadakan Kongres II bulan Oktober 1952 di Sukabumi, dan berhasil menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan mulai menetapkan tema-tema tertentu untuk setiap kongresnya. Tahun 1953, berdirinya GMKI cabang Bogor dan Medan tercatat anggota GMKI di ketujuh cabang berjumlah 1099 orang. Tahun 1953 ini pula GMKI melalui General Asembly WSCF di nasrapur, India, resmi menjadi Affiliated Movement dari WSCF. Untuk tahun berikutnya hingga tahun 1960 merupakan fase perkembangan seperti pelaksanaan Kongres VI di Sukabumi diadakan perubahan periodeisasi Pengurus Umum menjadi 2 tahun.
       Pada tahun 1960-an  muncul masalah, sebab masyarakat mengira GMKI Onderbuow  dari Partai Kristen Indonesia ( Parkindo). Hal itu tentu keliru, keduannya memang mendasari pekerjaannya pada Alkitab, tetapi GMKI bukan organisasi politik. Kehadiran anggota atau mantan pengurus GMKI di Partai Politik bukanlah kebijakan dari organisasi, tetapi atas dasar kesadaran politik pribadi.
      Januari 1972, merupakan momentum perjuangan bersama organisasi mahasiswa lainnya, GMKI bersama HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), menyepakati dokumen  “Indonesia yang dicita-citakan”, kesepakatan Cipayung I yang melahirkan  Kelompok Cipayung, setahun kemudian barulah PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) bergabung dalam kelompok Cipayung. Dunia mahasiswa dan kepemudaan menjadi bagian penting dari sejarah GMKI. Pada tanggal, 23 Juli 1973, Pengurus Pusat GMKI bersamapimpinan sejumlah organisasi pemuda/mahasiswa menandatangani Deklarasi Pemuda yang melahirkan Komite Nasional Pemuda Indonesia KNPI dan GMKI menjadi pencetus deklarasi tidak hanya sekedar pendukung. Terasa ada penurunan kualitas kader, sehingga perlu penanganan secara permanen, hal itu direkomendasikan dalam Kongres XI di Palembang 1976. Untuk menindaklanjuti rekomendasi itu pada tanggal, 17 Agustus 1980 ditandatangani pendirian Yayasan Bina Darma oleh Pengurus Pusat GMKI dengan Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga sehingga menjadi pusat kaderisasi pemuda Kristen Oikumenis tidak hanya untuk kalangan GMKI.
       Dalam perjalanan sejarah GMKI melakukan perubahan Anggaran Dasar pada Kongres XX di Palangkaraya (Kalimantan Tengah) tahun 1988, khusus pada pasal 2 AD GMKI mengacu pada UU No.8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan , GMKI mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunnya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setiap zaman memikul salib masing-masing. Terbentuknya forum dialog yang bernama “Forum Kebangsaan PEmuda Indonesia “ (FKPI) tahun 1988, adalah cara GMKI bersama sejumlah organisasi kepemudaan/mahasiswa yang berlatar belakang Kristen,Islam Hindu, Budha, Katolik, merespon masyarakastnya yang telah menunjukan semakin menipisnya semangat kebangsaan . untuk menyalanya terus menerus api nasionalisme dan kemanusiaan menjadi concern FKPI. Pada 1998 GMKI bersama FKPI mempelopori aliansi bersama sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, dalam upaya mendorong semakin berkembangnya masyarakat sipil di Indonesia. Bagi GMKI, sejarah tidak sekedar utusan waktu, kronik yang statis, tetapi adalah wahana mempelajari dialog tentang masa lalu, dan secara kontemplatif dijadikan cermin untuk melangkah kedepan. Sebab Kristus yang adalah Tuhan dan Juru Selamat Manusia juga adalah Tuhan sejarah.
      





"FOUNDING FATHER GMKI"
 
Dr. Johanes Leimena (1905-1977)
Johanes Leimena dilahirkan dalam suatu keluarga guru, pada tanggal 6 Maret 1905 di Ambon. Ia keturunan keluarga besar Leimena dari Desa Ema di Pulau Ambon dan dikenal dengan nama panggilan “Oom Jo”. Ia seorang Kristen yang berbudi luhur. Johanes menempuh pendidikan dasarnya pada sekolah “Ambonesche Burgerchool” di Ambon dan menyelesaikannya pada sekolah ELS (Europeesche Lagere School) di Jakarta tahun 1919. Kemudian melanjutkan ke sekolah menengah “MULO” Kristen dan tamat pada tahun 1922. Selanjutnya menempuh pendidikan tinggi pada sekolah kedokteran “STOVIA” di Jakarta dan tamat pada tahun 1930. Setelah bekerja sebagai dokter swasta, ia melanjutkan studi dan mendalami ilmu kedokteran meraih gelar Doktor pada tahun 1939.
Leimena berwatak sederhana, terus terang, setia, kritis, penuh tanggung jawab dan kecil pamrihnya. Bagi dia, politik bukan teknik untuk berkuasa tetapi etika untuk mengabdi. Menurut        Dr. Zakaria Ngelow, ada lima hal yang dapat dipelajari dari kehidupan dan pemikiran Dr Leimena. Pertama, mengutamakan pengembangan diri dalam hal kualitas moral dan iman. Kedua, pembaruan visi keagamaan yang lebih memberi tempatkepada fungsi sosialnya.Ketiga, visi keagamaan mengacu pada kemanusiaan dan bertujuan mewujudkan kesejahteraan sosial. Keempat, sebagai nasionalis sejati, Leimena sepenuhnya mencintai dan mengabdi pada kemerdekaan, kesatuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Beliau menentang separatisme dan ideologi alternatif. Bagi Dr Leimena, Indonesia adalah suatu bangsa majemuk di bawah satu ideologi, Pancasila. Kelima, dia adalah sosok ideal cendekiawan Indonesia, yang menyatukan dalam dirinya wawasan moral, keagamaan, kemanusiaan, nasionalisme, kepemimpinan, dan intelektualitas, yang dibingkai dalam sosok yang tenang, sederhana, dan rendah hati. Ketenangan dan Ketabahan Salah satu yang menonjol dari pribadi Dr Leimena ialah ketenangan dan ketabahan. Ketenangan dan ketabahannya tampak saat beliau mendorong dan agak memaksa BK untuk pergi ke Bogor saat BK di Halim mengalami kesulitan menentukan apakah ke Bogor atau ke Madiun. Juga saat sidang kabinet 11 Maret 1966. BK meninggalkan sidang dan menuju Bogor dengan memakai helikopter. Subandrio dengan tergopoh-gopoh mengikuti BK. Dengan tenang, Leimena mengambil alih pimpinan sidang kabinet dan dengan tenang menutup sidang itu. Mahasiswa dan Angkatan 66 tidak bersikap negatif terhadap Leimena, seperti terhadap Subandrio dan Chairul Saleh.
Mengapa Bung Karno memilih Dr Leimena terus-menerus sebagai Pejabat Presiden dan tidak pernah memilih dua Waperdam lainnya? Tentu hanya Bung Karno yang bisa menjawabnya dengan tepat. Tetapi, kita bisa menduganya. Tampaknya Dr Leimena adalah yang paling dipercaya Bung Karno di antara ketiga Waperdam itu. Itu pasti tidak lepas dari pendapat tentang Dr Leimena seperti berikut: Ambillah misalnya Leimena… saat bertemu dengannya aku merasakan rangsangan indra keenam, dan bila gelombang intuisi dari hati nurani yang begitu keras seperti itu menguasai diriku, aku tidak pernah salah. Aku merasakan dia adalah seorang yang paling jujur yang pernah kutemui. Ucapan Bung Karno itu menunjukkan bahwa Dr Leimena adalah pemimpin yang punya integritas. Menurut Oxford Dictionary, integritas ialah sifat jujur dan punya prinsip moral yang kuat; kebenaran moral. Pemimpin yang punya integritas harus memenuhi beberapa syarat. Pertama, harus transparan, jujur dan tidak manipulatif. Kedua, harus harus bisa dipercaya dengan menepati semua janjinya. Ketiga, harus berani bertanggung jawab atas segala keputusan dan tindakannya. Keempat, harus bersikap konsisten.
Leimena adalah pemimpin yang mempunyai visi. Salah satu visi yang menarik ialah tentang ke-Kristen-an dan ke-Indonesia-an. Dia menggunakan istilah double-citizenship.Bagaimanakah kita dapat hidup sebagai orang Kristen yang sejati dan sebagai warga negara yang sejati dan bertanggung jawab. Ada beberapa pandangan Dr Leimena yang menarik tentang hubungan gereja dan negara. Pertama, negara berkewajiban menyelenggarakan/memelihara ketertiban itu, dengan demikian menjadi pegawai Allah. Karena Allah dalam Yesus Kristus adalah Tuhan dari dunia dan sorga, maka kekuasaan negara berasal dari Tuhan. Dengan demikian negara tidak mempunyai tujuan dan norma dalam dirinya. Fungsi yang diberikan kepada negara ialah memelihara ketertiban itu atas dasar Hukumdan Keadilan, dan menciptakan kemungkinan kepada warga negara untuk bertindak sebagai warga negara yang bertanggung jawab. Kedua, gereja harus turut serta menegakkan ketertiban tersebut di atas. Ia tidak dapat membagi kehidupannya ke dalam dua lapangan yang terpisah sama sekali: kehidupan batindan kehidupan politik, tetapi kerajaan Allah harus dikabarkan dalam semua lapangan kehidupan, juga dalam lapangan politik. Menurut panggilannyadalam lapangan politik ini, ia tiap kali harus menentukan sikapnya yang bergantung pada situasidan soalyang dihadapinya.

Jabatan yang pernah diemban oleh Leimena :
Menteri Muda Kesehatan pada Kabinet Sjahrir II (12 Maret 1946 - 2 Oktober 1946)
Wakil Menteri Kesehatan pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947)
Menteri Kesehatan pada Kabinet Amir Sjarifuddin I (3 Juli 1947 - 11 November 1947)
Menteri Kesehatan pada Kabinet Amir Sjarifuddin II (11 November 1947 - 29 Januari 1948)
Menteri Kesehatan pada Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 - 4 Agustus 1949)
Menteri Negara pada Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949 - 20 Desember 1949)
Menteri Kesehatan pada Kabinet Republik Indonesia Serikat/RIS (20 Des 1949 - 6 September 1950)
Menteri Kesehatan pada Kabinet Natsir (6 September 1950 - 20 Maret 1951)
Menteri Kesehatan pada Kabinet Sukiman-Suwirjo (27 April 1951 - 3 April 1952)
Menteri Kesehatan pada Kabinet Wilopo (3 April 1952 - 30 Juli 1953)
Menteri Kesehatan pada Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 - 24 Maret 1956)
Menteri Sosial pada Kabinet Djuanda (9 April 1957 - 10 Juli 1959)
Menteri Distribusi pada Kabinet Kerja I (10 Juli 1959 - 18 Februari 1960)
Wakil Menteri Utama merangkap Menteri Distribusi pada Kabinet Kerja II (18 Februari 1960 - 6 Maret 1962)
Wakil Menteri Pertama I pada Kabinet Kerja III (6 Maret 1962 - 13 Desember 1963)
Wakil Perdana Menteri II pada Kabinet Kerja IV (13 November 1963 - 27 Agustus 1964)
Menteri Koordinator pada Kabinet Dwikora I (27 Agustus 1964 - 22 Februari 1966)
Wakil Perdana Menteri II merangkap Menteri Koordinator, dan Menteri Perguruan Tinggi & Ilmu Pengetahuan pada Kabinet Dwikora II (24 Februari 1966 - 28 Maret 1966)
Wakil Perdana Menteri untuk urusan Umum pada Kabinet Dwikora III (27 Maret 1966 - 25 Juli 1966)